Kamis, 19 Juni 2014
Kepribadian menurut Eysenck
I. Biografi dan Sejarah Hans Eysenck
Hans Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4 Maret 1916. Ayahnya adalah seorang aktor dan bercerai dengan ibunya saat dia baru berusia 2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya. Dia hidup bersama neneknya sampai usia 18 tahun, ketika nazi mulai berkuasa. Sebagai seorang simpatisan Yahudi, terang saja kehidupannya terancam.
Dia kemudian pindah ke Inggris guna melanjutkan pendidikanya. Dia menerima gelar doktor di bidang psikologi dari University of London tahun 1940. Selama Perang Dunia II, dia bekerja sebagai psikolog di bagian gawat darurat perang.
Keyakinan Eysenck terhadap kebutuhan pengukuran yang akurat menjadikannya melancarkan kritik keras terhadap teori psikoanalisis. Psikoanalisis tidak memberikan pengukuran yang akurat dan reliabel bagi konsep psikologis mereka. Hal ini diyakini Eysenck sebagai kegagalan serius. Dalam menyusun teori sifat, Eysenck mencoba menghindari masalah ini dengan menggunakan pengukuran perbedaan individu yang reliabel. Dia menekankan pada keharusan pengukuran sifat kepribadian yang memadai. Pengukuran itu merupakan keharusan untuk mendapatkan sebuah teori yang dapat diuji dan jika gagal, tidak disetujui. Pengukuran seperti ini juga diperlukan untuk mengidentifikasikan asumsi dasar-dasar biologis dari sifat.
Teori kepribadian Eysenck memiliki komponen biologis dan psikometris yang kuat. Namun ia yakin kalau kecanggihan psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis factor bersifat steril dan tak bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.
Inti pandangan Eysenck dalam psikologi dapat dicari sumbernya pada keyakinannya bahwa pengukuran adalah fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa lapangan psikologi sebelumnya orang belum pasti tentang “hal” apa yang sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa analisis factor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini.
II. Definisi Kepribadian
Menurut Eysenck kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), sektor somatik (constitution).
III. Struktur Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variabel-variabel kompleks dan tidak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan anlisisnya, yaitu dengan analisis faktor yang telah menghasilkan sistem kepribadian yang ditandai oleh adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas.
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku dipandang Eysenck memiliki empat tingkatan hirarki, berturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah :
1. Hirarki tertinggi : Tipe/Supertraits, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
2. Hirarki kedua : Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
3. Hirarki ketiga : Kebiasaan tingkah laku atau berpikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/pikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
4. Hirarki terendah : Respon spesifik, tingkahlaku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Jika dilihat dari hubungnnya dengan hirarki di atas, maka dapat disebutkan bahwa antar bagian dari hirarki kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian kepribadian yang disebut sebagai specific response dan habitual response. Dimana yang disebut sebagai specific response yakni perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau tidak, misal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual response dapat dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah kondisi yang sama, misal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah ataupun dapat menetap.
Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuah habitual response atau sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan perilaku hingga berkali-kali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait.
IV. Dinamika Kepribadian
Yang disebut dengan dinamika kepribadian adalah mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian tertentu. Dengan menggunakan metode analisis faktor, Eysenck berhasil mengidentifikasi dua dimensi dasar kepribadian yaitu Extraversion dan Neuroticism. Extraversion dan Neuroticism diberikan ruang 2 dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu dalam perilaku. Analoginya, Extraversion dan Neuroticism adalah lintang dan bujur menggambarkan titik di muka bumi. Pada prinsipnya, setiap orang dapat ditempatkan dalam ruang dua duimensionalini tetapi dalam tingkatan yang berbeda. Fitur Eysenck adalah pandangannya yang berhubungan dengan Hipocrates dan Gallen yang mengetengahkan empat tipe kepribadian dasar : Melankonis, Plegmatis, Koleris, dan Sanguis.
• Tinggi N dan Rendah E = tipe Melancholic
• Tinggi N dan Tinggi E = tipe Choleric
• Rendah N dan Tinggi E = tipe Sanguine
• Rendah N dan Rendah E = tipe apatis
V. Proses Terbentuknya Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL (Cortical Arousal Level) dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Namun, Eysenck juga berpendapat bahwa semua tingkah laku yang tampak – tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik – semuanya (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun psikologis. Kalau traumanya sangat keras dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali conditioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas pada objek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukan menguranginya.
Eysenck tidak menutupi kemungkinan adanya pengaruh lingkungan pada kepribadian, seperti interaksi keluarga di masa kecil, tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian adalah terbatas.
VI. Psikopatologi
Teori kepribadian Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan perubahanperilaku. Jenis gejala atau gangguan psikologis yang cenderung berkembang adalah terkait dengan karakteristik kepribadian dasar dan prinsip-prinsip dari fungsi sistem saraf. Menurut Eysenck, Orang extravert biasanya memiliki level rangsangan cortical (CAL=CorticalArousal Level) yang tinggi , sedangkan introvert biasanya memiliki level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.
Eysenck juga menemukan hubungan antara dimensi normality-neurocitism dengan autonomic nervous system reactivity. Orang dengan reaktivitas sistem saraf otonom tinggi cenderung mengembangkan gangguan neurotik. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Sebagian besar pasien neurotik cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi dan skor extraversion yang rendah. Sebaliknya, penjahat dan orang-orang antisosial cenderung memiliki skor neurotisisme, extravertion dan psychoticism yang tinggi, individu-individu seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah mengenai norma- norma sosial.
VII. Assessment
Diantara instrumen-instrumen yang pernah dikembangkannya, ada empat inventori yang pengaruhnya luas, dalam arti dipakai oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien, maupun dalam arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada.
• Meudley Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
• Eysenck Personality Inventory (EPI), mengukur E dan N secara independen.
• Eysenck Personality Questionnair (EPQ), mengukur E,N, P (Merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan)
• Eysenck Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar